25/06/08

HIDUPKU BAGAIKAN SEBUAH BIDUK
Biduk hidupku kini sedang berada di tengah luasnya samudera. Aku pelaut tunggal siap melaju dan berlayar ke tempat yang sudah dijanjikan oleh DIA yang telah memanggil dan memilih aku, namun di tengah luasnya samudera ini, biduk hidupku sedang dilanda oleh gelombang penderitaan. Namun demikian, sebagai seorang pelaut dan pelayan yang siap melayani, dengan penuh yakin dan percaya bahwa sang nahkoda biduk hidupku yang adalah YESUS SANG GURU terus menemani, memberi semangat dan spirit serta kekuatan kepada saya untuk terus maju dan jangan cemas dan takut bahwa biduk hidupmu akan karang di tengah laut.
Aku yakin dan percaya bahwa sang nahkoda biduk hidupku yang adalah YESUS SANG GURU memiliki cara bagaimana bisa mengatasi situasi dan penderitaan seperti ini. Dai tahu bagaimana cara untuk mengendalikan biduk hidupku yang saat ini sedang bingung kemanakah arah yang hendak dituju. Apakah terus maju ke tempat tujuan yang dimaksudkan, atau biarkan biduk hidupku tetap di tengah luasnya samudera yang terus diombang-ambingkan oleh gelombang penderitaan, tanpa ada solusi yang bisa membebaskan aku dari penderitaan ini. Aatukah biarkan biduk hidupku kembali kepada asal dan sumber dimana aku dididik, dibina dan dibentuk untuk menjadi seorang pelayan di ladang Tuhan? Semuanya kuserahkan kepada sang nahkoda biduk hidupku yang adalah YESUS SANG GURU melalui orang-orang yang sudah ditentukan-Nya untuk tugas ini.
Apa yang mereka katakan, bagi saya itu adalah suara sang nahkoda biduk hidupku dan saya terima dengan lapang dada dan bersyukur bahwa dalam kebingungan itu, masih ada jalan lain yang bisa membantu mengarahkan biduk hidupku ke tujuan yang dirasa cocok dan pas buat saya dalam mengatasi situasi yang sedang melanda hidupku saat ini. Sebab jika aku lemah, maka aku kuat.
BRUSLY MAN


30/05/08

AKHIR SEBUAH PERJALANAN
DENGAN MEMBONGKAR KEMAH!

Selangkah demi selangkah telah aku lewati dari hari ke hari, minggu dan bulan dengan berbagai macam liku-liku hidup. Bahagia-gembira dan sedih, senang dan susah, suka dan duka, onak dan duri yang semuanya terus datang menyapa dan bertandang di hadapanku silih berganti. Dimana sejak tanggal 3 Oktober 2007 tiba di Lisboa-Portugal, sebgai seorang missionaris religius dimana saja saya berada, saya harus membangun sebuah kemah, kemah untuk belajar mengenal bahasa dan budaya orang. Karena itu adalah jati diri seorang missionaris. Selama sekian bulan saya terus berada dibawah naungan kemah yang menjadi jati diri saya sebagai seorang missionaris, untuk belajar mendengar dan terus mendengar serta meresapinya ke kedalaman diriku yang paling dalam. Dan hari ini menjadi akhir dari semuanya. Dan sebagai missionaris saya kembali membongkar kemah hidup saya yang telah memberi makna dan arti tersendiri bagi saya dalam menatap ke depan. Walau bicara belum seberapa fasihnya, tapi itu sudah menjadi dasar atau fondasi bagi saya untuk berpijak dan berharap terutama dalam menghadapi tugas-tugas pelayanan yang sudah menanti di hadapan saya.

Dengan dasar yang sudah ada ini, saya akan terus maju dan maju sedikit demi sedikit dengan segala kelemahan dan kekuranganku. Saya percaya dan yakin bahwa saya tidak sendirian dalam melangkah, tapi Yang Maha Kuasa melalui Putera-Nya Yesus Kristus selalu menaungi aku dengan kuasa-Nya. Sebab jika aku lemah maka aku kuat. Kata orang bijak sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit. Kata-kata ini mungkin pas dengan situasi hidup yang saya alami.

Dan itulah situasi hidup dari masing-masing orang, tergantung bagaimana dia memaknai dan mengartikan hidup itu bagi dirinya. Dan bongkar kemah adalah sebuah citra ziarah batin seorang missionaris.

BRUSLY MAN,SVD

29/04/08

ALANGKAH DASYATNYA TEMPAT INI
Keadaan cuaca pada hari sabtu 26 April lalu yang begitu cerah dan sangat bersahabat, sehingga kesempatan ini dimanfaatkan oleh siapa saja untuk melakukan kegiatan apa saja yang ia suka. Dari pengamatan, saya menyaksikan begitu banyak orang berbondong-bondong menuju ke pantai untuk sekedar berekreasi sekaligus menikmati panasnya mentari hari itu, dimana setelah sekian bulan terus diselimuti oleh dinginnya cuaca. Ada yang pesiar di sekitar kota Lisboa dan ada yang mengunjungi keluarga dan lain-lainnya. Tapi bagi saya adalah suatu kebetulan, dimana saya diajak untuk ziarah ke Patung Kristus Raja(Cristo Rei) dan ini adalah kesempatan yang baik, janganlah biarkan itu berlalu tanpa kenangan.
Almada adalah sebuah kota kecil yang terletak disebelah sungai Tejo(Rio Tejo) dan di kota kecil inilah terdapat Patung Kristus Raja(Cristo Rei). Patung Kristus Raja(Cristo Rei) di bangun pada tanggal 13 Mei 1953 dengan tingginya hampir setara dengan tingginya Tugu Monas Indonesia. Bila para peziarah yang tinggal di Lisboa dan hendak melakukan ziarah ke Patung Kristus Raja(Cristo Rei), harus menyebrangnya dengan menggunakan motor laut yang setia setiap saat di pantai.
Ketika memasuki lokasi letaknya Patung Kristus Raja(Cristo Rei), terbersitlah kata ini dari mulutku; "Sungguh Alangkah Dasyatnya Tempat Ini". Sebuah tempat kudus dan bersejarah yang mengundang begitu banyak peziarah dari berbagai manca negara yang datang silih berganti, hari demi hari tiada hentinya untuk menyaksikan Sang Raja.
Dengan wajah yang menghadap ke kota Lisboa juga dengan tangan yang terbuka dan terentang, ini menandakan bahwa Kristus Sang Raja sedang memancarkan sinar kasih-Nya kepada seluruh penghuni kota Lisboa dan sekitarnya dengan berucap; "Adakah Tempat di Hatimu untuk Firman Kehidupan?".
Lalu bagimana tanggapan kita sebagai orang-orang yang beriman kepada-Nya. Dan masih adakah tempat di hati kita untuk-Nya? Camkanlah dan renungkanlah itu dalam hatimu, baik di waktu siang maupun malam, waktu tidur atau bangun, dan waktu duduk di rumah maupun bergegas di jalan.
Saat hendak meninggalkan lokasi ini, muncul pertanyaan dalam benak saya; Masihkah ada waktu untuk kembali mngunjungi tempat ini? Dan kapan? "Sungguh alangkah dasyatnya tempat ini, jika aku terus berada bersama-Nya".



16/03/08

BERTEMU UNTUK BERPISAH
Hidup bersama sebagai saudara dalam satu komunitas sangatlah menarik dan menyenangkan apalagi sebangsa dan setanah air. Itulah yang dialami oleh KENS, FLORY dan SIL alias putra-putra "FLOBAMORA-NTT"(Nusa Tenggara Timur).
Sepuluh tahun lalu, selama setahun kami hidup bersama sebagai saudara dalam satu komunitas di tanah air, komunitas dimana kami dididik, dibina dan dibentuk untuk menjadi Biarawan Religius Missionaris dalam Serikat Sabda Allah. Nostalgia hidup bersama yang telah kami rajut bersama selama setahun sirna ditelan waktu, karena kami harus berpisah. Waktu telah menjadikan semuanya lenyap dalam sekejap. Dan setelah perpisahan itu kami tidak pernah jumpa satu dengan yang lain. Namun Tuhan telah menjadikan semuanya indah pada waktunya, sehingga setelah sekian tahun kami berpisah akhirnya kami boleh berjumpa dan bertemu lagi di komunitas Lisboa-Portugal.
Di komunitas ini kami hidup bersama sebagai saudara dalam Serikat Sabda Allah, juga sebangsa dan setanah air selama lima bulan lebih. Dan kami harus berpisah lagi untuk kedua kalinya karena mereka harus kembali ke tanah air. Entah kapan dan dimana lagi kami bisa bertemu dan berjumpa satu dengan yang lain, karena pada waktunya nanti mereka kembali ke Lisboa-Portugal sudah pasti mereka tidak akan jumpa saya lagi, karena saat itu saya sudah di Mozambique-Afrika alias benua hitam. Namun hanya waktu yang akan membuktikannya.
Cerita lucu, canda dan tawaria yang dialami bersama baik di ruang televisi, ruang komputer, dan bahkan pindah dari satu kamar ke kamar yang lain dan di lorong-lorong sekitar komunitas, kini telah tiada, semuanya sirna oleh waktu. Waktu telah menjadikan semuanya lenyap dalam sekejap.
Tapi hai saudara-saudaraku, biarkan semua yang sudah terjadi berlalu oleh perginya waktu. Dan marilah kita kembali pada prioritas hidup yang benar, kembali pada prioritas hidup yang telah kita pilih ini. Janganlah menyia-nyiakan kesempatan yang Tuhan berikan. Tanggapilah panggilan-Nya dengan sungguh-sungguh, lakukan perintah-Nya dan pekerjaan-Nya. Dan berbuahlah bagi Tuhan. Ingatlah selalu akan kasih-Nya. Beritakan kebaikan-Nya. Jadikanlah hidup kita bukan lagi hidup yang sia-sia, melainkan menjadi persembahan yang hidup bagi-Nya.
BRUSLY MAN


12/03/08

KENS DAN FLORI
PERGI UNTUK KEMBALI
Enam tahun lalu mereka di utus untuk melanjutkan studi di LISBOA-PORTUGAL. Dan selama enam tahun itu mereka terus bergelut dengan bahasa dan budaya yang jauh berbeda dengan situasi yang mereka alami di tanah air. Namun demikian mereka dengan tekad yang bulat terus maju dan maju untuk mengadaptasikan diri dengan orang-orang dan lingkungan sekitar dimana mereka tinggal. Sehingga pada akhirnya semua yang diimpikan dan dicita-citakan dapat tercapai dengan hasil yang sangat memuaskan. Tidak gampang eja hidup di rantau. Maka kata "Pengkotbah" segala sesuatu indah pada waktunya. Dan inilah waktu dan saat indah yang mereka nantikan.
Dan hari ini mereka pun kembali ke tanah air dengan hati yang bahagia dan gembira karena mereka boleh jumpa lagi dengan orang-orang yang mereka rindukan selama ini, terlebih kedua orang tua yang telah membesarkan dan menyerahkan mereka untuk menjadi juru tulis Allah bagi orang-orang yang akan mereka layani. Mereka pergi ke tanah air bukan untuk tidak kembali lagi ke Portugal tetapi mereka kembali diutus untuk menjalankan masa Diakonat dan sekaligus tahbisan imam di tanah air tempat dimana mereka pertama kali dididik, dibentuk untuk menjadi pelayan Allah.
Mereka adalah misionaris karena itu mereka kembali ke tanah air untuk menjadi juru tulis Allah yang menuliskan Kristus dalam hati semua orang. Mereka mau menuliskan dalam hati orang-orang di tanah air dengan pengalaman-pengalaman iman yang mereka alami di benua lain. Mereka kembali ke Portugal sebagai misionaris sekaligus juru tulis Allah yang menuliskan Kristus dalam hati orang-orang yang akan mereka layani. Pergilah hai saudaraku berdua dan jadikanlah semua orang yang kamu layani tetap percaya dan beriman kepada Kristus.
Hai saudaraku berdua dengarlah dan camkanlah ini dalam refleksi harianmu;
Musim berganti kau lewati satu per satu
Beranjak dewasa di sebuah biara suci
Pahit,manis,pedih dan perih
Telah kau lewati semua
Demi cintamu kepada-Nya
Kau tegar menahan cobaan
Kau sabar menghadapi penderitaan
Dan hidup miskin
Kau kuat menahan rindu pada keluarga
Demi cintamu kepada-Nya
Walau ramai
Semua terasa sepih
Terpencil dan sunyi
Kau pilih hidup di biara suci
Demi cintamu kepada-Nya
Perasaan yang terpendam
Amarah yang tertahan
Dapat kau kendalikan
Semua kau lakukan
Demi cintamu kepada-Nya
BRUSLY MAN:SVD



21/02/08

MENGENANG KEMBALI
KISAH
26 Desember 2006

"Firman Tuhan telah mengingatkan kita tentang nasihat supaya berjaga-jaga di akhir zaman", khususnya bagi kita yang sedang berziarah di dunia ini. Dan ini telah nyata kita alami dalam hidup. Dimana tahun 2004 yang lalu mengakhiri kurunnya secara menyedihkan. Keceriaan, kebahagiaan, kegemilangan dan berbagai kisah sukses selama 11 bulan sebelumnya tenggelam oleh tragedi 26 Desember yang di kenal dengan "Gempa dan Tsunami Aceh-Nias".

Gempa dan Tsunami Aceh-Nias pada tanggal 26 Desember 2004 yang lalu, menjadi bahan perbincangan banyak orang baik di dalam maupun di luar negeri, juga menjadikan Aceh di kenal oleh dunia. Bahkan seorang Christiano Ronaldo terbang jauh dari Portugal datang ke Aceh ingin menyaksikan langsung tragedi menyedihkan ini. Seperti kata Maria ketika mendapat kunjungan dari Malaekat Gabriel Christiano Ronaldo pun berucap; bagaimana mungkin hal itu terjadi? Itulah peristiwa alam kita manusia tidak tahu kapan saatnya tiba karena itu kita harus tetap berjaga-jaga.

Bahan perbincangan bukan saja tanda ikut prihatin, tetapi juga ungkapan adanya rasa setia kawan, rasa solider untuk membantu meringankan beban penderitaan melalui sumbangan-sumbangan dalam bentuk materi dan lainnya.

Sumbangan-sumbangan mulai berdatangan dari berbagai Lembaga-lembaga di Indonesia maupun Lembaga-lembaga Internasional. Sebut saja salah satu lembaga Internasional yang ikut andil dalam menyumbangkan materi dan tenaga untuk membantu para korban Gempa dan Tsunami Aceh-Nias adalah Lembaga VIVAT Internasional-PADMA Indonesia, salah satu Lembaga Religius Missionaris SVD-SSPS dengan St. ARNOLDUS JANSSEN sebagai pendirinya.

Kekurangan bahan makanan sudah menyatu dengan para korban yang tidur di tenda-tenda atau barak-barak yang dibangun untuk mereka yang selamat. Ketidaknyamanan hidup dalam situasi panas, hujan dan gelap di waktu malam karena hanya diterangi oleh pelita buatan sendiri yang remang-remang nyalanya pertanda kekurangan bahan bakar dalam hal ini minyak tanah. Ketakutan dan kegelisahan terus mewarnai wajah penduduk di sana. Trauma Gempa bumi dan Tsunami belum bisa dihilangkan atau dilupakan dalam waktu singkat. Itulah fakta yang terjadi di lapangan.

Para korban butuh waktu. Masa depan yang sepertinya tidak jelas akibat rumah hancur, hilang pekerjaan dan lainnya dan itu perlu di bangun kembali dengan biaya yang tidak sedikit.

Bagaimana perasaan mereka yang kehilangan keluarga, bagaimana perasaan anak yang ditinggal bapaknya yang menjadi tulang punggung keluarga dalam mencari nafka, ibu yang selalu memberi nasihat, selalu membelai dengan kasih kini telah tiada dan saat ini tidak miliki apa-apa lagi, karena rumah dan perkakas rumah telah dibawah pergi oleh keganasan gempa dan tsunami yang tidak mengenal perikemanusiaan itu. Kemanakah ia harus mencari semuanya itu?

Itulah peristiwa alam yang sampai saat ini masih tetap sakral dan misteri untuk ditemukan jawabannya. Akal dan kemampuan manusia dan bahkan dengan teknologi yang canggih bagaimana pun tidak mampu menjawabinya, paling-paling cuma meraba-raba dengan berucap "KASIHAN". Itulah kata yang selalu keluar dari mulut setiap orang yang menyaksikan tragedi nas ini.

Dia Yang Maha Kuasa sedang menguji kesabaran dan ketabahan kita umatnya. Kehilangan sanak saudara, ayah, ibu, anak merupakan peristiwa yang pasti dialami setiap orang yang sedang berziarah di dunia ini.

Karena itu kita harus belajar dari kehidupan Nabi NUH. Nuh bersama keluarganya telah masuk dalam bahtera ketika bencana air bah turun. Oleh karena itu, mereka selamat. Nuh disebut orang benar karena ia taat pada perintah-Nya. Rahasia keberhasilan Nuh adalah hidup bergaul dengan Allah. Nuh hidup di tengah kehidupan yang rusak dan penuh dengan kekerasan. Namun, ia tetap bertahan karena ia memiliki persekutuan yang indah dengan Tuhan. Hidup bergaul dengan Allah membuat Nuh dapat mendengar dan mengerti kehendak-Nya.

NIKMATILAH HIDUP INI
DENGAN SABAR DAN TAWAKAL


04/01/08